PRAKTIK GADAI SAWAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
Studi Kasus di Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu
DOI:
https://doi.org/10.59004/metta.v1i3.211Keywords:
Paddy Pawning, Islamic Law, IndramayuAbstract
Penelitian ini membahas bagaimana Praktik Gadai Sawah Ditinjau dari Hukum Islam Studi Kasus Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Praktik gadai sawah sudah lama dilakukan oleh masyarakat Blok Balir II, Adapun praktek gadai yang terdapat di Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu adalah dengan datangnya seorang petani atau orang yang memiliki lahan atau sawah yang membutuhkan pinjaman uang, kepada orang lain yang memiliki harta atau uang yang berkecukupan. Kemudian keduanya membuat perjanjian gadai secara lisan dan tulisan yang disertai materai. Isi perjanjian tersebut memuat kesepakatan bahwa pengembalian hutangnya ditentukan selama 3 tahun. Tetapi selama pemilik lahan sawah itu belum mampu melunasi utangnya maka lahan sawah tersebut tetap dimanfaatkan oleh si pemberi utang tanpa membagi hasil panen yang diperolehnya. Dengan adanya skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tinjauan hukum Islam tantang gadai sawah yang terjadi di Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Untuk mendapatkan data yang valid penyusunan penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer hasil dari wawancara dengan para petani dan warga yang menjadi penggadai dan penerima gadai sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen-dokumen, buku-buku, dan catatan dan sebagainya. penganalisaan data dengan menggunakan pendekatan Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam praktik gadai sawah yang dilakukan masyarakat Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Pelaksanaan Praktik sawah dilihat dari akadnya sudah sah karena sudah terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan Islam, sedangkan mengenai pemanfaatan gadai secara penuh oleh murtahin baik secara hukum Islam dan hukum. Adat istiadat tidak sah karena adanya unsur eksploitasi dari pihak-pihak yang berkuasa serta nilai kemaslahatan dan keadilan tidak di perhatikan.
Downloads
References
Penelitian ini membahas bagaimana Praktik Gadai Sawah Ditinjau dari Hukum Islam Studi Kasus Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Praktik gadai sawah sudah lama dilakukan oleh masyarakat Blok Balir II, Adapun praktek gadai yang terdapat di Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu adalah dengan datangnya seorang petani atau orang yang memiliki lahan atau sawah yang membutuhkan pinjaman uang, kepada orang lain yang memiliki harta atau uang yang berkecukupan. Kemudian keduanya membuat perjanjian gadai secara lisan dan tulisan yang disertai materai. Isi perjanjian tersebut memuat kesepakatan bahwa pengembalian hutangnya ditentukan selama 3 tahun. Tetapi selama pemilik lahan sawah itu belum mampu melunasi utangnya maka lahan sawah tersebut tetap dimanfaatkan oleh si pemberi utang tanpa membagi hasil panen yang diperolehnya. Dengan adanya skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tinjauan hukum Islam tantang gadai sawah yang terjadi di Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Untuk mendapatkan data yang valid penyusunan penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer hasil dari wawancara dengan para petani dan warga yang menjadi penggadai dan penerima gadai sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen-dokumen, buku-buku, dan catatan dan sebagainya. penganalisaan data dengan menggunakan pendekatan Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam praktik gadai sawah yang dilakukan masyarakat Blok Balir II, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. Pelaksanaan Praktik sawah dilihat dari akadnya sudah sah karena sudah terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan Islam, sedangkan mengenai pemanfaatan gadai secara penuh oleh murtahin baik secara hukum Islam dan hukum. Adat istiadat tidak sah karena adanya unsur eksploitasi dari pihak-pihak yang berkuasa serta nilai kemaslahatan dan keadilan tidak di perhatikan.








